DI BALIK SETIAP KEGAGALANKU
untuk rasa kecewa di atas cermin
Tak ada dan takkan pernah ada seseorang yang mengertiku. Mereka selalu berfikir aku terlahir tanpa otak. Tak pernah tercipta satupun bakatku di dunia ini. Hidupku bagai dunia maya Aku tak mau mereka mengerti aku. Seorang yang tercipta dengan penuh kegagalan. Tak seperti dirinya cantik,penuh pesona,bakat dalam seni,olahraga,bahkan dalam bidang pasangan.
Senyum saja yang dapat kutaburkan disetiap perbincangan yang membicarakan perbedaan kami. Aku dipojokkan seperti tersangka di meja hijau. Mereka selalu berfikir bahwa Ranti dan Verdan menyayangiku,karena mereka orangtuaku. Tapi semua itu salah,mereka jauh lebih bangga bila dikira hanya memiliki 1anak bernama Diranti. Seorang anak cerdas bertahan di sekolah,cantik,penuh bakat. Walau sesungguhnya Diranti bukanlah anak mereka.
Diranti Rasaverdamata,nama yang tak asing di telingaku. Dia kakak sulungku. Aku tidak sedarah dengannya. Tapi dialah yang pungut bukan aku. Entah mengapa dunia lebih mencintainya dengan kelebihan yang ada pada dirinya dibanding aku. Dilihat dari nama Dira sudah jelas gabungan nama orangtuaku. Sedangkan aku seperti anak haram yang tak diinginkan. Razkia,singkat,padat,jelas terpercaya tanpa arti.
Dewa Zeus apakah masalaluku adalah seorang pembunuh? Apakah aku orang yang membuka kotak pandora sehingga segala keterbelakangan hidup ada di diriku? Mereka tak pernah berfikir betapa sakit diriku saat mereka memanggilku dengan sebutan Raca. Walau mereka bercanda, Raskia Cacat tetaplah bukan sebutan yang kuinginkan. Aku selalu ingin membuat mereka bangga. Tapi apa daya dari seorang mahluk lemah sepertiku disini.
Dira selalu ingin tampil mengalahkanku. Aku tak sanggup melawan bila bicaraku saja tidak lancar. Aku tidak pernah berlibur bersama keluargaku. Mungkin semua itu karena mereka malu memilikiku. Aku tak pernah banyak berharap dalam hidupku ini yang bisa kapanpun berakhir tanpa ada seorangpun yang mengerti.
“Raca,cepat selesaikan tugasmu,Lalu turun makan. Bila kamu lama,makan saja makanan sisa di dapur.” ucap ayah. “baiklah.” jawabku. Bila harus menungguku mungkin esok baru usai. Aku memang bodoh. Akhirnya aku makan dengan mbok Mar. “non,baru selesai?”tanyanya. Aku hanya menjawab dengan anggukan. Terkadang mbok Mar yang justru terlihat seperti ibuku. Mbok Mar yang selalu ada disisiku.
Umurku 15tahun tapi masih duduk dikelas 8. Terlalu sulit menghadapi semua ini. Aku tidak pernah dapat membaca dan menulis dengan sempurna. Tanpa sahabat karena mereka menganggapku “freak” atau apalah masalahnya. Yang jelas aku sebatang kara.
Aku tak pernah bergaul dengan siapapun karena mereka tak tercipta untukku. Yang ada mereka bisa ikut sial karena dekat denganku.
Aku pulang dengan rasa bahagia,dan mendatangi ayah. “yah,aku dapat nilai 6.”ucapku. “6?” “iya,aku hebat kan? Akhirnya aku berhasil mendapat angka 6.” Tiba-tiba tawaku menjadi tangisan. “au,,au.. sakit..” tangisanku memegangi tubuhku yang kesakitan karena pukulan ayah. Apapun yang kulakukan selalu membuat mereka marah dan tidak puas. Semua memarku diobati oleh mbok Mar.
“Razkia, ayah itu sayang ama kamu. Ayah mau kamu menjadi cerdas jangan malas. Liat kakakmu tak pernah ada angka di bawah 8. Malam ini kamu tidur di gudang dan renungkan kesalahanmu.” ucap ibu yang seakan menyalahkanku atas kekuranganku Kini ucapan itu membuat dadaku sesak dan sakit bahkan lebih sakit dari pukulan ayah. Yang dapat kulakukan hanyalah menagis di pinggir jendela gudang.
Hingga fajar aku belajar dan berjuang supaya mereka bangga padaku. Tiba-tiba air membasahi tubuhku. “bangun!!!” bentak Dira sambil menendangku. “Dasar lelet. Cepetan nanti aku telat,bodoh.” ucapnya. Ayah dan ibu pun datang. “ Yah,Dira berangkat duluan y? Nanti aku telat. Abiz Raca males bangun siang begini.” ucapnya meyankinkan. Ayah mengangguk. “Bagaimana denganku?” tanyaku. Mereka mengangkat pundak dan itu artinya aku harus naik kendaraan umum dan anak pungut itu naik mobil yang seharusnya adalah kepunyaanku.
Setiap libidoku mereka buat naik. Aku tetap tak dapat berbuat apapun. Aku harus akui semua yang mereka katakan adalah kebenaran tentang diriku. Entah rasukan apa ini? Aku harus melawan setiap sakit karena diriku sendiri. Mungkin dewa-dewa Yunani itu sedang datang untuk menghukumku.
Aku tak pernah mengerti setiap pukulan batin yang mereka beri dihidupku. Di suatu malam saat menjalani hukumanku karena mereka semua sedang berlibur dan aku hanya bersama mbo Mar di rumah. Kukuatkan seluruh sarafku untuk bertanya. “mbok.”ucapku. “iya,non. Sini!” jawabnya sambil memelukku. Andaikan aku bisa merasakan kelembutan itu dari wanita yang melahirkanku akan kurelakan seluruh yang kumiliki.
“Mbok,aku mau nanya. Mengapa mereka tidak menyayangiku?” tanyaku. Tiba-tiba mbo Mar menghela nafas panjang. “mbok,uda kerja dari mereka baru menikah bukan?” tanyaku hati-hati. “non,tidak akan pernah ada orangtua yang tidak menyayangi anaknya.”jawabnya. “tapi,,,”selaku. “mungkin uda waktunya non tahu tentang yang sebenarnya dari sosok Dira. Aku mengangguk. “Jadi,Dira itu adalah anak dari mantan pacar ayahmu dan kakak dari ibumu. Dalam malam kecelakaan mobil itu. Hanya Dira yang selamat. Akhirnya dirawat oleh ortumu karena saat itu mereka diduga susah punya keturunan. Setelah kelahiran kamu, Dira berubah menjadi pembangkang karena sadar dia anak angkat. Pada usia 3tahun,Dira mencoba bunuh diri. Semenjak kejadian itu mereka menjadi memanjakan Dira takut hal itu terulang.” cerita mbok.
Malam kemarin menjadi perbincangan yang sangat sulit kupahami. Pagi ini mereka kembali berlibur tanpa menyariku sesampai di rumah. Tanpa membawakan hadiah untukku. Setelah mengetahui fakta tentang Dira. Entah aku harus marah,sedih,senang,takut/apa? Andaikan kini aku yang kabur akankah mereka melakukan hal yang sama?
Dimalam itu aku ingin menenangkan jiwa ini dan pergi ke luar rumah mencari kesejukan angin malam.Aku duduk sambil memandang angkasa. “hai,kok malam-malam sendirian disini?”tanya seorang pria yang menepuk pundakku. “lihat bintang,mencari ketenangan jiwa. Kamu sndiri? Kamu siapa?”tanyaku. “Lagi pengen aj. Aku Vino. Kamu siapa?”tanyanya “Razkia.” Semenjak pertemuan itu. Kami menjadi dekat dan untuk pertama kali aku merasakan apa yang disebut kebersamaan. Rasanya aku kini memiliki sahabat.
Dialah seorang yang kini paling mengerti akan diriku. Ini kurasa hari kedua aku tertidur di ruangan yang entah milik siapa? Aku menginap di rumah anak lelaki itu. Malam itu hujan mengguyur kami dan aku terbaring setelah tetesan hujan itu membasahiku. Ayahnya adalah dokter. Akhirnya mereka mengerti akan apa yang selama ini kusembunyikan dari dunia. Mereka ingin aku menceritakan pada kedua orangtuaku. Aku tak ingin dan takkkan pernah menjadi ingin.
Aku berfikir akankah mereka mencariku? Belakangan ini kondisiku memang semakin buruk. Aku kembali ke rumah dengan fikir yang melayang. Namun,kini kusadar bahwa tidak ad yang menyadari kepergianku. Entah mengapa dunia begitu tak adil. “kebahagiaan takkan pernah terlamat.”ucap Vino. Entah sampai kapan harus kunanti kebahagiaan itu? Dimanakah kasih sayang yang seharusnya adalah kepunyaanku?
Akhirnya kuputuskan dengan berat hati tuk tinggalkan kediamaanku. Ayah Vino memberitahu bahwa kondisiku semakin hari semakin buruk. Saraf-sarafku mulai tidak bekerja dengan baik. Malam itu kukuatkan sisa-sisa kekuatanku untuk menulis suatu karangan dari rangkaian diariku. Kuselipkan semua itu dalam buku putih bersama dengan sebuah boneka. Aku terbatuk dan mengeluarkan darah. Kuoleskan darah itu berbentuk hati di kertas putih itu. Darah sebagai cat dan jari sebagai kuas.
Vino masuk kamar yang kudiami di rumahnya bersama ayahnya dengan membawa sebuah amplop besar yang kuyakini adalah hasilku. “ada apa?”tanyaku. “buka sendiri aj.”ucap mereka. Aku hanya dapat menangis entah senang/sedih saat membacanya. “Raz,kamu pasti mampu bertahan.”Kubalas ucapannya dengan sebuah gelengan. “ini uda lama aku nanti. Aku sudah siap untuk kembali ke pangkuanNya yang kekal.” Dia dengan cepat mendekap tubuhku. Peluknya begitu hangat kehangatan ketulusan.
“Jangan kamu menangis untukku.”Aku mencoba tenangkan suasana. “Kenapa kamu menyerah?” tanyanya. “Aku lelah dengan perjalanan ini. Aku ingin tertidur dalam mimpi panjang dan takkan bangun kembali.” Malam itu tetesan airmata begitu deras. Aku merasa akan ada ketenangan yang kan kuraih dan takkan terlepas lagi.
“cinta itu memang terkadang tak adil. Mengapa dirimu boleh hadir dihidup ini? Bila tubuh ini tak bisa memilikimu? Dan jiwa ini tak sanggup melepasmu?”ucapnya yang kini membuat tak tahan tuk menangis. Inikah yang di sebut kasih suci? “Cinta tergambar seperti bayangan. Yang tulus justru untuk dkenang bukan untuk dipersatukan.” balasku. “Adilkah ini semua? Setelah kebahagiaan ada di depan mata? Haruskah kini kupergi menginggalkannya?” ucapku. Tak tentu arah yang kan bawaku tersipu dan pergi. “Raz,1pintaku untukmu!Bawalah cinta ini pergi bersama kepergianmu?” ucapnya. “aku tak ingin membawanya? Aku ingin hati itu terisi dengan cinta yang lebih baik.
Malam ini aku begitu takut tuk memejamkan mata. Aku telah sadar bahwa sinar matahari takkan menemukanku lagi. Namun,kuyakini hati dan kupercayakan diri bahwa ini yang kunantikan. Aku segera menutup mata tak peduli akan apa yang akan kutinggalkan setelah mata ini terpejam. Tapi,aku yakin akan ada sesuatu yang hadir. Dalam tangisan kan hadir tawa.
EPILOG!!
Orangtua dari Razkia datang datang menuju rumah Vino. Dan keluaga Vino menceritakan apa yang terjadi. Keluarga Vino sangat terkejut mengetahuin bahwa keluarga Vino tidak mengerti tentang keadaan Razkia. Akhirnya mereka masuk ke kamar yang beberapa bulan terakhir ini ditempati oleh Razkia. Terjatuhlah sebuah box boneka bear dan diari putih dengan sepucuk surat. Di situ terungkap segala tekanan yang slama ini diterima oleh Razkia. Surat itupun langsung mereka baca sambil mengelus darah kering milik Razkia.
“Dear my lovely parents.
Entah apa yang membuatku begitu yakin bahwa kalian akan datang kesini. Aku telah memaafkan dan memaklumi segalanya. Walau kematianku datang begitu cepat. Aku harus meninggalkan dunia ini di saat kalian masih pergi dan aku sadar kalian takkan datang di pemakaman. Aku takkan marah,aku telah memaklumi semua itu. Walau aku tak pernah menggapai cinta yang sempurna.. Hanya ada 1pintaku untuk biarkan hanya aku yang mengalami semua ini. Jangan biarkan kisahku dialami oleh yang lain. Aku yang belajar tuk menggantikan setiap sakit dan derita kasih tak sampai ini. Sampaikan seluruh terima kasihku untuk Vino dan keluarga. Kalian selalu ingin Dira menjadi yang terbaik. Aku takkan pernah dapat mengalahkannya bila aku memang tak terlahir dengan normal. Biarkan rasa sakitku menggantikan ketakutan kalian akan kehilangan Dira. Entah apa kalian akan peduli dengan kematianku atau tidak. Yang jelas. Apapun yang terjadi aku mencintai kalian.
Love,
Razkia...”
Akhirnya keluarga mengunjungi tempat kedamaian itu. Menangis haru atas kepergiaan Razkia yang tak disangka. Razkia dimakamkan di Bandung Selatan. Karena ia ingin tempat keabadiaanya beradan di tempat yang sejuk dan tenang. Hanya ada tersisa sebuah nisan di sana. Dan akhirnya mereka pulang dengan mengetahui kebenaran tentang diri Razkia.
“.....Kalian takkan pernah sadar kapan kematian itu akan datang dalam hidup. Maka,hargailah orang yang kalian cintai selama ia masih ada. Disaat ia telah tiada,takkan ada lagi yang dapat dilakukan bersamanya...”
~88~